Sabtu, 30 Mei 2015

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. DENSO INDONESIA SUNTER PLANT TANJUNG PRIOK, JAKARTA UTARA


            Berdasarkan  Undang-Undang  No.  1  Tahun  1970  tentang  Keselamatan Kerja  pasal  9  ayat  1  disebutkan  bahwa  pengurus  diwajibkan menunjukan dan menjelaskan  pada  tenaga  kerja  baru  tentang  kondisi-kondisi  dan  bahaya-bahaya yang  timbul dalam  tempat kerja, semua pengamanan dan alat pelindung diri bagi tenaga kerja, cara-cara dan sikap aman dalam melakukan pekerjaan. Untuk memenuhi Undang-Undang tersebut, PT. Denso Indonesia Sunter Plant telah  menempatkan  sistem  keselamatan  kerja  dengan  menempatkan  safety  first (keselamatan yang pertama) dalam  setiap proses produksi berupa alat pengaman mesin,  penyediaan  alat  pelindung  diri  bagi  karyawan  secara  Cuma-cuma  seperti topi,  sepatu  safety,  kaca mata,  ear  plug,  ear  muff, masker,  sarung  tangan,  dan lainnya. Sarana  prasarana  pemadam  kebakaran  seperti  APAR,  hydrant,  Tim  Pemadam Kebakaran, alarm sistem,  identifikasi area yang  rawan kebakaran, alat pelindung mesin  (safety  device). 
Pemasangan APAR  telah  sesuai  dengan  Permenakertrans No  :  Per-  04/  Men/1980  tentang  syarat-syarat  pemasangan  dan  pemeliharaan APAR.  Sedangkan  pemeriksaan  hydrant  belum  sesuai  dengan  Instruksi Menteri Tenaga  Kerja  RI  No.  Ins.  11/M/B/1997  tentang  Pengawasan  Khusus  K3 Penanggulangan  Kebakaran,  karena  tidak  dilakukan  pengukuran  tekanan  padamulut  pancar  dengan  pipa  pitot  dan  catat  tekanan  pada  manometer  di  ruang pompa.  Selain  itu  juga  diadakan  peningkatan  kasadaran  karyawan  tentang  sistem keselamatan kerja berupa  :  safety news,  safety campaign,  safety message,  tanda-tanda  keselamatan  (safety  sign),  meeting  pagi,  SHE  Meeting,  data  hari  tanpa kecelakaan  dan  lomba  safety  dan  5 M  dan  praktek  keselamatan  kerja meliputi safety dan patrol manajer, Kiken Yochi Training (KYT), 3-3 Activity, identifikasi bahaya dan penilaian resiko, safety check mesin, dan lainnya. Dalam  Peraturan  Menteri  Tenaga  Kerja  No.  Per.  05/MEN/1996  pasal  3 menyebutkan  bahwa  setiap  perusahaan  yang  mempekerjakan  tenaga  kerja sebanyak  seratus  orang  atau  lebih  dan  atau  mengandung  potensi  bahaya yang ditimbulkan  oleh  karakteristik  proses  atau  bahan  produksi  yang  dapat mengakibatkan  kecelakaan,  seperti  kebakaran,  peledakan,  pencemaran  dan penyakit  akibat  kerja  wajib  menerapkan  Sistem  Manajemen  Keselamatan  dan Kesehatan Kerja.  PT. Denso  Indonesia  Sunter  Plant    telah menerapkan  Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu dengan penetapan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, penunjukan personil yang bertanggung  jawab tentang Keselamatan  dan Kesehatan Kerja  dan  pelaksanaan  program Keselamatan  dan Kesehatan Kerja.
Efektifitas  pelaksanaan SMK3  telah di  audit secara  internal  oleh  Denson  Cibitung  setiap  3  bulan  sekali  dan  audit  eksternal dilakukan  oleh  badan  audit  yang  ditunjuk  oleh  pemerintah  (PT.  Sucofindo). Dengan  hasil  audit  eksternal  bahwa  PT.  Denso  Indonesia  Sunter  Plant mendapatkan  bendera  emas  karena  memenuhi  92%  pada  tahun  2008.  Dimana audit tersebut dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Adanya  penetapan  kebijakan  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja  digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di  lingkungan  kerja.  Program  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja  yang  dibuat merupakan  upaya  untuk  mencegah  terjadinya  kecelakaan  dan  Penyakit  Akibat Kerja.  Penerapan  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja  di  PT.  Denso  Indonesia Sunter Plant sudah baik meskipun masih mengalami berbagai hambatan. Sedang untuk organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempatkan pada posisi yang mendukung  di  perusahaan  sehingga  memudahkan  Safety  dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya Safety berpedoman pada  job description
yang diberikan.
Tahapan  penerapan  Sistem  Manajemen  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja
yang harus diterapkan perusahaan adalah sebagai berikut :
1.       Menetapkan  kebijakan  Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja  serta  menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2.       Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran.
3.      Menerapkan  pemenuhan  kebijakan Keselamatan  dan Kesehatan Kerja  secara aktif  dengan mengembangkan  kemampuan  dan mekanisme  pendukung  yang diperoleh untuk mencapai kebijakan dan tujuan serta sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4.       Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5.       Meninjau  secara  teratur  dan  meningkatkan  pelaksanaan  Sistem Manajemen Keselamatan  dan  Kesehatan  Kerja  secara  berkesinambungan  dengan  tujuan meningkatkan kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
            Pt. Denso Indonesia Sunter Plant walaupun sudah menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga tak luput dari bahaya. Potensi bahaya tersebut dapat timbul akibat adanya proses
produksi tersebut antara lain:
1.             Faktor Bahaya
a.              Kebisingan
PT.  Denso  Indonesia  Sunter  Plant  mengidentifikasi  faktor bahaya  kebisingan  dengan  melakukan  pengukuran  yang  dilakukan oleh Laboratorium Pengujian Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bandung Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi  setiap 1  tahun sekali.  Pengukuran  kebisingan  dilakukan  dengan  menggunakan  alat Sound  Level Meter  pada  tanggal  2  s/d  5  September  2008,  dari  hasilpengukuran  dapat  diketahui  bahwa  area  kerja  yang  mempunyai tingkat  kebisingan  paling  tinggi/  melebihi  NAB  adalah  di  bagianRadiator Test 1 yaitu 100,8 dB (A). Intensitas kebisingan di area-area kerja  yang  lain masih  dibawah  NAB  kebisingan,  misalnya  padabagian Stick Coil mempunyai tingkat kebisingan rendah yaitu 77,9 dB (A). Sedangkan intensitas kebisingan di luar pabrik sebesar 59,3 dB. 
b.             Penerangan
Penerangan di PT. Denso  Indonesia Sunter Plant diperoleh dari penerangan  alami  dengan menggunakan  sinar matahari  secara  tidak langsung melalui ventilasi dan penerangan buatan dari lampu mercuri dan  lampu  TL  disetiap  mesin.  Pengukuran  intensitas  penerangan secara  umum  dilakukan  dengan  menggunakan  alat  Lux Meter  yang sudah  dikaliberasi  sebelumnya.  Pengukuran  penerangan  dilakukan setiuap  1  tahun  sekali  oleh  Laboratorium  Pengujian  Balai  Hiperkesdan Keselamatan Kerja dan Keselamatan Kerja Bandung. 
Berdasarkan  hasil  pengukuran  yang  telah  dilakukan  oleh Laboratorium  Pengujian  Balai  Hiperkes  dan  Keselamatan  Kerja Bandung  Departemen  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  intensitas penerangan  yang masih  belum memenuhi  standart  ada  di  11  lokasi, yaitu diruang EDP sebesar 219 -239 Lux, diruang Hamaden 241 – 287 Lux,  ruang  kantor  baru  282  –  370 Lux,  painting  radiator  177  –  285
c.              kebakaran
pada potensi bahaya kebakaran terdapat pada  Area  yang  paling rawan  terjadi  kebakaran  adalah  area  radiator  karena  pada  area  tersebut banyak menggunakan api pada proses produksinya. Usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah  terjadinya kebakaran  adalah memasang APAR,  hydrant  dan  alarm  sistem  yang  lebih  banyak  pada  area  radiator tersebut.

Berdasarkan penjabaran tersebut menambah wawasan kita terhadap pentingnya keselamatan dan kesehatan dalam bekerja. Memperhatikan hal tersebut dapat mengurangi potensi bahaya dan bahaya yang terjadi juga akan dapat berdampak ke perusahaan baik dari segi ekonomi dan nama perusahaan pun tercemar.

Sumber :
http://core.ac.uk/download/pdf/12351392.pdf