Berdasarkan Undang-Undang
No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja pasal
9 ayat 1
disebutkan bahwa pengurus
diwajibkan menunjukan dan menjelaskan
pada tenaga kerja
baru tentang kondisi-kondisi dan
bahaya-bahaya yang timbul
dalam tempat kerja, semua pengamanan dan
alat pelindung diri bagi tenaga kerja, cara-cara dan sikap aman dalam melakukan
pekerjaan. Untuk memenuhi Undang-Undang tersebut, PT. Denso Indonesia Sunter
Plant telah menempatkan sistem
keselamatan kerja dengan
menempatkan safety first (keselamatan yang pertama) dalam setiap proses produksi berupa alat pengaman mesin, penyediaan
alat pelindung diri
bagi karyawan secara
Cuma-cuma seperti topi, sepatu
safety, kaca mata, ear
plug, ear muff, masker,
sarung tangan, dan lainnya. Sarana prasarana
pemadam kebakaran seperti
APAR, hydrant, Tim
Pemadam Kebakaran, alarm sistem,
identifikasi area yang rawan
kebakaran, alat pelindung mesin
(safety device).
Pemasangan APAR telah
sesuai dengan Permenakertrans No :
Per- 04/ Men/1980
tentang syarat-syarat pemasangan
dan pemeliharaan APAR. Sedangkan
pemeriksaan hydrant belum
sesuai dengan Instruksi Menteri Tenaga Kerja
RI No. Ins.
11/M/B/1997 tentang Pengawasan
Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran,
karena tidak dilakukan
pengukuran tekanan padamulut
pancar dengan pipa
pitot dan catat
tekanan pada manometer
di ruang pompa. Selain
itu juga diadakan
peningkatan kasadaran karyawan
tentang sistem keselamatan kerja
berupa :
safety news, safety
campaign, safety message, tanda-tanda
keselamatan (safety sign),
meeting pagi, SHE
Meeting, data hari
tanpa kecelakaan dan lomba
safety dan 5 M
dan praktek keselamatan
kerja meliputi safety dan patrol manajer, Kiken Yochi Training (KYT),
3-3 Activity, identifikasi bahaya dan penilaian resiko, safety check mesin, dan
lainnya. Dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No.
Per. 05/MEN/1996 pasal
3 menyebutkan bahwa setiap
perusahaan yang mempekerjakan
tenaga kerja sebanyak seratus
orang atau lebih
dan atau mengandung
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau
bahan produksi yang
dapat mengakibatkan
kecelakaan, seperti kebakaran,
peledakan, pencemaran dan penyakit
akibat kerja wajib
menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. PT. Denso Indonesia
Sunter Plant telah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yaitu dengan penetapan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
penunjukan personil yang bertanggung
jawab tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan pelaksanaan
program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Efektifitas pelaksanaan SMK3 telah di
audit secara internal oleh
Denson Cibitung setiap
3 bulan sekali
dan audit eksternal dilakukan oleh
badan audit yang
ditunjuk oleh pemerintah
(PT. Sucofindo). Dengan hasil
audit eksternal bahwa
PT. Denso Indonesia
Sunter Plant mendapatkan bendera
emas karena memenuhi
92% pada tahun
2008. Dimana audit tersebut
dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Adanya
penetapan kebijakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di lingkungan kerja.
Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang
dibuat merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya kecelakaan
dan Penyakit Akibat Kerja.
Penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di
PT. Denso Indonesia Sunter Plant sudah baik meskipun
masih mengalami berbagai hambatan. Sedang untuk organisasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di tempatkan pada posisi yang mendukung di
perusahaan sehingga memudahkan
Safety dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya
Safety berpedoman pada job description
yang diberikan.
Tahapan
penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
yang harus diterapkan perusahaan adalah
sebagai berikut :
1.
Menetapkan
kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta
menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2.
Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan
sasaran.
3.
Menerapkan pemenuhan
kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja secara aktif dengan mengembangkan kemampuan
dan mekanisme pendukung yang diperoleh untuk mencapai kebijakan dan
tujuan serta sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4.
Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan.
5.
Meninjau
secara teratur dan
meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Pt.
Denso Indonesia Sunter Plant walaupun sudah menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja juga tak luput dari bahaya. Potensi bahaya
tersebut dapat timbul akibat adanya proses
produksi tersebut antara lain:
1.
Faktor Bahaya
a.
Kebisingan
PT. Denso
Indonesia Sunter Plant
mengidentifikasi faktor bahaya kebisingan
dengan melakukan pengukuran
yang dilakukan oleh Laboratorium
Pengujian Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bandung Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi setiap 1 tahun sekali.
Pengukuran kebisingan dilakukan
dengan menggunakan alat Sound
Level Meter pada tanggal
2 s/d 5
September 2008, dari
hasilpengukuran dapat diketahui
bahwa area kerja
yang mempunyai tingkat kebisingan
paling tinggi/ melebihi
NAB adalah di
bagianRadiator Test 1 yaitu 100,8 dB (A). Intensitas kebisingan di
area-area kerja yang lain masih
dibawah NAB kebisingan,
misalnya padabagian Stick Coil
mempunyai tingkat kebisingan rendah yaitu 77,9 dB (A). Sedangkan intensitas
kebisingan di luar pabrik sebesar 59,3 dB.
b.
Penerangan
Penerangan
di PT. Denso Indonesia Sunter Plant
diperoleh dari penerangan alami dengan menggunakan sinar matahari secara
tidak langsung melalui ventilasi dan penerangan buatan dari lampu
mercuri dan lampu TL
disetiap mesin. Pengukuran
intensitas penerangan secara umum
dilakukan dengan menggunakan
alat Lux Meter yang sudah
dikaliberasi sebelumnya. Pengukuran
penerangan dilakukan setiuap 1
tahun sekali oleh
Laboratorium Pengujian Balai
Hiperkesdan Keselamatan Kerja dan Keselamatan Kerja Bandung.
Berdasarkan hasil
pengukuran yang telah
dilakukan oleh Laboratorium Pengujian
Balai Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Bandung Departemen
Tenaga Kerja dan
Transmigrasi intensitas penerangan yang masih
belum memenuhi standart ada di 11
lokasi, yaitu diruang EDP sebesar 219 -239 Lux, diruang Hamaden 241 –
287 Lux, ruang kantor
baru 282 – 370
Lux, painting radiator
177 – 285
c.
kebakaran
pada
potensi bahaya kebakaran terdapat pada
Area yang paling rawan
terjadi kebakaran adalah
area radiator karena
pada area tersebut banyak menggunakan api pada proses
produksinya. Usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah terjadinya kebakaran adalah memasang APAR, hydrant
dan alarm sistem
yang lebih banyak
pada area radiator tersebut.
Berdasarkan
penjabaran tersebut menambah wawasan kita terhadap pentingnya keselamatan dan
kesehatan dalam bekerja. Memperhatikan hal tersebut dapat mengurangi potensi
bahaya dan bahaya yang terjadi juga akan dapat berdampak ke perusahaan baik
dari segi ekonomi dan nama perusahaan pun tercemar.
Sumber :
http://core.ac.uk/download/pdf/12351392.pdf